Pages

Subscribe:

Senin, 02 Februari 2015

Pengertian Hijab



           PENGERTIAN HIJAB DALAM ISLAM



Yang dimaksud dengan Hijab disini adalah penghalang seseorang dalam proses mencari dan memahami serta menangkap makna kemurnian dan kebenaran agama secara lahir dan bathin dalam tujuan mendekatkan diri sedekat-dekatnya pada Allah. Untuk lebih jelas tentang makna dan hakekat dari hijab, dibawah ini akan diuraikan secara singkat.
1. Hijab Lahir dan Hijab Bathin
Hijab dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu: hijab lahir dan hijab bathin. Hijab lahir adalah penghalang seseorang dalam memahami aspek-aspek ajaran lahir dari agama. Sedangkan hijab bathin adalah penghalang dalam memahami aspek-aspek bathin (qalbu) dari agama. Seseorang yang masih terhijab, maka ia tidak akan mengerti tentang hakekat dari sendi-sendi ajaran agama yang dianut. Bila seseorang masih diliputi hijab dan berpura-pura mengerti tentang hakekat sendi-sendi agama, maka orang itu dikatakan ‘melihat tetapi buta’. Bila ia bertindak atas dasar agama, maka tindakannya dianggap suatu kekeliruan. Hanya orang yang terbuka hijabnya yang sangat berhati-hati dalam menafisrkan dan menterjemahkan ajaran-ajaran agama sehingga ia dapat berlindung dari keinginan untuk menjualkan agama.
2. Pembuka Hijab
Karena hijab terbagi dua macam, maka pembuka hijab pun dapat digolongkan menjadi dua cara pula:
a. Membuka Hijab Lahir
Untuk membuka hijab lahir (membuka pemahaman secara sempurna tentang dimensi lahir dari ajaran agama), caranya adalah dengan mempelajari dan mengamalkan seluk beluk semua perintah Allah yang dituangkan dalam rukun Islam. Jika seseorang telah mampu menjalan semua rukun Islam (dapat bersyahadat, sholat, puasa, zakat dan naik haji jika mampu), maka secara lahiriyah dapat dikatakan telah membuka hijab lahir. Maksudnya, secara lahir ia telah diakui sebagai pemeluk agama Islam yang baik. Sebagai tahap awal dalam memahami ajaran Islam, seseorang harus membuka terlebih dahulu hijab lahir. Sebab terbukan hijab lahir akan mempercepat proses untuk membuka hijab bathin. Ada syarat-syarat khusus yang membantu seseorang membuka hijab lahir, yaitu tidak melanggar larangan Allah, baik yang berkaitan dengan urusan muamalah, maupun urusan pribadi.
b. Membuka Hijab Bathin
Membuka hijab bathin disamping melakukan semua cara alam membuka hijab lahir, juga disertai dengan cara-cara lain. Secara garis besar, cara-cara itu dapat dilakukan dengan banyak membaca Al-Qur’an, dzikir, do’a dan amal-amal sholeh. Bacaan Al-Qur’an dapat dijadikan alat untuk membuka hijab bathin, begitu pula dengan dzikir. Berlainan dengan do’a-do’a. Do’a-do’a yang berkaitan dengan urusan duniawi kurang tepat digunakan. Do’a yang cocok dan tepat adalah do’a-do’a yang berkaitan dengan kebahagiaan akhirat. Adapun perbuatan amal sholeh, ini hanyalah sebagai suatu kekuatan pendorong untuk memperkuat niat agar tidak putus asa dalam proses membuka hijab.
3. Proses Membuka Hijab
Untuk membuka hijab lahir, maka seseorang harus membiasakan diri secara istiqamah (kontinyu). Tidak perlu bertele-tele, cukup hanya belajar seperlunya kemudian mempraktekkan langsung baik secara sendirian maupun secara berjamaah. Bila seseorang sudah mengetahui seluk beluk syarat dan rukun dari semua rukun Islam, maka saat itu ia dapat langsung membuka hijab lahir. Ia akan menemukan ketenangan dengan berkat istiqamah yang telah dilakukan. Berlainan dengan proses pembuka hijab bathin. Tidak ada yang lebih sulit dari perjalanan mencari hakekat kebenaran agama terkecuali membuka hijab bathin. Dan tidak semua orang berkeinginan untuk melakukan dan merasakan hal itu, bahkan ada yang tidak mengerti sama sekali. Selama ini orang-orang hanya memahami hijab bathin hanya sebatas merasakan kenikmatan dari hajab lahir. Bila dengan sholat dan puasa ia telah merasakan ketenangan, maka ia merasakan sudah masuk dimensi bathin. Atau bila seseorang sudah dianugerahi dapat melihat jin atau syetan, ia sudah menganggap masuk ke alam bathin. Padahal semua itu ada;ah ‘semu’ bukan bathin yang sesungguhnya. Bila orang menganggap semua itu dinamakan alam bathin, maka dapat dikategorikan orang ‘dusta’, yaitu orang sadar dalam keadaan tidak sadar. Terbukanya hijab bathin tidak identik dengan melihat jin, syetan atau merasa konsentrasi di saat sholat atau dzikir. Tanda terbukan hijab bathin adalah bila seseorang dapat menikmati kesmepurnaan kenikmatan dari hakekat bathin itu sendiri. Terbuka hijab tahin adalah ternukan dari segala teka-teki tentang hakekat alam diluar dirinya atau di luar alam dzohir. Oleh karena itu, proses untuk mencapai kepada terbukanya hijab bathin seseorang harus mempunyai tingkat keyakinan yang tinggi pada Allah. Orang yang tidak yakin terhadap atau kurang beriman kepada hal-hal yang ghaib, maka sangat mustahil dapat terbukanya hijab bathin. Tahapan untuk menuju terbuka hujab bathin dimulai dengan pemusatan perasaan pada suatu tujuan yaitu Allah. Bila konsentrasi penuh telah dicapai, maka hati akan luluh dan bergetar, akan dan perasaan akan lebur menjadi satu dan lenyap, tapi eksistensi diri masih bisa dirasakan dan dikuasai, sadar bahwa ia sedang menghadap Allah. Begitu hati luluh dan lebur, maka akan muncul penghayatan mendalam. Saat itu seseorang akan berkata: “Oh, inilah yang sesungguhnya kenikmatan yang sulit untuk dilukiskan dengan kata-kata dan sulit untuk digambarkan dalam kenyataan”. Suatu titalitas kesadaran pada alam yang berbeda dengan alam dzohir. Disaat kembali kea lam kesadaran semula, dimana akal sudah berfungsi kembali, ia hanya bisa berucap: “Alam dzohir hanyalah semu semata”.\
4. Penghalang Hijab
Untuk menuju proses terbukanya hijab tidak semudah apa yang dibayangkan oleh para ahli bathin atau ahli syariat. Sebab terbukanya hijab tidak sama dengan gambaran bathin sebagaimana yang diterangkan oleh sementara orang. Seseorang yang sudah terbuka hijab bathinnya, niscaya akan sulit untuk menguraikan dimensi bathin itu sendiri. Oleh karena itu, banyak sekali penghalang untuk dapat masuk ke dimensi bathin itu. Meskipun dalam beberapa kitab tasawuf telah menjelaskan yang ada, belum dapat menyimpulkan sebuah kesimpulan yang sempurna dan memuaskan. Namun bila dicermati secara garis besar, penghalang hijab itu dapat digolongkan menjadi empat macam:
a. Larut dalam Kenikmatan Dunia
Seseorang tidak akan mencapai terbukanya hijab bathin kalau dirinya masih dikuasi oleh segala kenikmatan dunia. Harta, pangkat, kedudukan dan martabat masih menguasai hati sehingga bathin terbungkus oleh hawa nafsu keduniaan. Bagaimana mungkin ia akan berbicara masalah hijab bathin kalau dirinya masih dikuasai oleh hal-hal yang lahir. Ini tidak berarti bahwa seorang yang kebetulan mempunyai pangkat, harta, kedudukan dan martabat tidak dapat mencapai terbuka hijab bathin. Yang dimaksud di sini adalah apabila hantinya tidak dapat menguasai apa yang ada pada dirinya. Atau dengan kata lain harta, pangkat dan kedudukan mengendalikan dirinya, bukan sebaliknya. Karena itu, tergantung pada diri masing-masing. Tergantung pada berharga mana antara harta, pangkat, martabat dan kedudukan dengan jiwa dan qalbunya. Bila menganggap bahwa hanya jauh melebih berharga dari apa yang dimilikinya, maka niscaya ia akan dapat mencapai terbukanya hijab bathin. Satu hal yang terpenting adalah dapat mengendalikan diri dari semua pengaruh yang berdimensi duniawi. Seharusnya berprinsiplah secara arif dengan pemahaman bahwa: “Aku memiliki tetapi tidak merasa memiliki”. “Aku kaya tapi bukan milikku”, “Aku berpangkat hanya sekedar amanah”, “Aku bermartabat tapi diriku masih penuh kekurangan”. Dan sebagainya.
b. Ilusi dan Khayalan
Adalah sangat mustahil seseorang akan berbicara tentang terbukannya bathin kalau dia sendiri masih terpengaruh hawa nafsu dengan ilusi dan khayalan. Banyak orang berlagak sok tahu tentang masalah hijab bathin dengan mengobralkan omongan sudah bisa melihat alam ghaib seperti jin, malaikat dan roh-roh para nabi, ulama atau wali. Obralan omongan seperti itu hanyalah khayalan atau ilusi, dan pertanda ia sedang menderita penyakit bathin. Meskipun apa yang ia lihat itu benar adanya, tapi itu bukan alam bathin sesungguhnya. Itu hanyalah sebuah rerantingan belaka, yang merupakan godaan dari tipu muslihat syetan. Karena itu, seseorang yang benar-benar ingin menikmati alam bathin yang sesungguhnya hendaklah khayalan atau ilusi semacam iyu dibuang, dianggap sebagai selingan bukan tujuan utama dari alam bathin itu sendiri. Perlu diwaspadai, seharusnya berhati-hati dengan orang yang terlalu banyak berkhayal masuk ke alam bathin, karena sering kali apa yang dikhayalkan itu memporak-porandakan keyakinan (tauhid). Ketauhilah: “seseorang yang sudah mencapai ke alam bathin, maka niscaya ia tidak akan membuka apa rahasia dirinya dengan Tuhan”. Jika seseorang membuka dan mengobralkan omongan, maka pertanda yang dialaminya itu adalah palsu, bukan alam bathin yang sesungguhnya.
c. Dominasi Akal
Disamping ilusi dan khayalan, dominiasi akal yang berlebihan juga menjadi penghalang terbukanya hijab bathin. Akal memang merupakan rahmat dari Allah s.w.t., tetapi wilayah kerja akal hanya terbatas pada obyek lahir, yaitu hal-hal yang nampak yang terdapat di alam nyata. Akal tidak mungkin dapat menjangkau alam bathin. Jika ada kaum rasional membicarakan alam bathin atau tasawuf, maka itu pelacuran terhadap akal sendiri. Jika ia mencoba untuk menerangkan tentang perilaku orang ahli bathin, maka ia dholim terhadap akalnya sendiri. Maka bagi orang yang ingin menuju terbukanya hijab bathin, upayakan agar akal dihentikan, fungsikan jiwa, perasaan atau hati semaksimal mungkin. Bila jiwa, perasaan atau hati telah mendominasi akal, maka jiwa dan perasaan tadi akan mengiring terbukan hijab bathin.
d. Maksiat Lahir dan Maksiat Bathin
Segala maksiat lahir seperti ingkat menjalankan sholat, puasa, zakat atau melakukan sesuatu yang dilarang oleh Allah s.w.t., maka menjadi penghalang untuk terbukanya hijab bathin. Seseorang yang akan terjun menekuni alam bathin, maka ia diharuskan terlebih dahulu melakukan perintah-perintah lahir sehingga memperoleh keyakinan, sebab jika tidak, justru akan mengurangi kadar iman dan bahkan akan mengarah ke jalan kemusyrikan. Jadi, yang terpenting jalankan perintah lahir atau upayakan jangan berbuat maksiat. Disamping maksiat lahir, juga tidak melakukan maksiat bathin. Sebab maksiat bathin membuat hati seseorang menjadi beku dan kotor. Kotornya hati jauh lebih berbahaya dari kotornya jasad tubuh. Sebab kotornya hati bersifat tersembunyi yang sulit diketahui oleh penderintanya. Sombong, riya’, kufur, nifaq, dengki, dendam, buruk sangka dan sebagainya adalah maksiat bathin yang harus dibersihkan dari perasaan danhati. Selama seseorang masih memiliki sifat-sifat seperti itu, maka selama itu pula ia tidak akan mencapai terbukanya hijab bathin.

sumber :https://nurulnandita.wordpress.com/pengertian-hijab-dalam-islam/

0 komentar:

Posting Komentar